Thursday, November 1, 2012

embun






setelah hujan  semalam, embun terasa begitu dingin ketika subuh menjelang, dan setelah matahari mulai mengitip, mulailah kilau2 permata yg dihasilkan oleh embun yg berpendar disiram cahaya matahari, berkilauan, membuat rerumputan terlihat seperti tumpukan perhiasan.

Blue Bird (bukan taksi)




Burung khas hutan hujan tropis, foto diambil di Telaga Hijau, di tengah perjalanan menuju air terjun Cibereum, Jawa Barat, sang burung tampak tak asing dengan manusia, yg tentu saja mengancam kelangsungan hidupnya.

Tuesday, September 11, 2012

tanya nyata


tanya akan nyata
nyata bila ku bertanya
tanya akan pernyataanmu
dan kau bertanya akan pernyataanku
padahal pernyataanku benar2 nyata
sedang mantan pacarmu memberimu pernyataan
yang masih jadi pertanyaan
dan aku masih menanti pernyataanmu
tentang pertanyaanku
tentang pernyataanku
kau lebih memilih mendengar pernyataan2 yang tak nyata tentangku
yang membuatmu lebih bertanya-tanya
apakah pernyataanku nyata atau tidak
nyatanya hatimulah yg kupertanyakan
akan pernyataanmu yg tak benar-benar nyata
dan kenyataan ini yang kupertanyakan
hatiku benar nyata
namun hatimu masih bertanya
kau pikir hatiku tak benar-benar nyata
namun kau masih mencari kenyataan
meskipun hatiku benar-benar nyata
aku tau engkau takut tersesat di antara nyata-atau tidak
maka berhentilah bertanya
karena aku benar-benar nyata

ambang sore 2


sore ini aku bersiap menemuimu lagi
di ujung pematang kita kan tertawa- bermain bersama
bercerita rindu yang selalu muncul walau tiap hari bertemu
dan kupandang wajah cantikmu dalam-dalam
sampai esok sore kita bertemu lagi

hanya satu hari saja kita tak bertemu
saat kau tak bisa datang karena rumahmu ramai
penuh tamu yang berdoa dan bertahlil
aku tak mengerti bahasa mereka
kau hanya tersenyum dari jauh
melambai dari muka rumahmu
tapi hanya sekali
sore berikutnya kita tetap bertemu
berbagi canda dan rindu
dan ku akan pulang dengan senyummu di saku
melewati deretan ibu-ibu yang selalu berkumpul
mereka kan memandangiku ketika ku lewat
sambil saling bercerita
tentag pemuda gila yang selalu pergi ke pematang  tiap sore
bicara, tersenyum, dan tertawa sendiri
sejak ditinggal mati kekasihnya

dan aku akan melewati ibu-ibu itu dengan senyum
dan hati berbunga
sambil tak sabar menunggu esok
untuk kita bertemu, tertawa-bermain lagi
di ujung pematang

cerita pemuda bersepeda


jika engkau bertemu seorang lelaki muda
bersepeda ditengah malam
sambil berlinangan air mata
jangan kau tertawakan
jangan kau bicarakan
jangan kau tanya mengapa
tengoklah keluar tiap jam dua belas
ia akan lewat dengan sepeda tua
berlinang air mata bersenandung pedih
ia tidak gila
bukan pula sedang ritual
hanya kehilangan orang yg dicintai
bukan ditinggal mati... sayang
tapi dikhianati
dan rasa kehilangan memaksanya mengayuh
demi mengurangi perih
dan meyelamatkan diri dari kematian yg datang perlahan
sehingga ia tetap mangayuh dan bersenandung pedih setiap malam
lalu pergi tidur
tapi suatu malam ia tertidur dan terlelap tak bernyawa
dengan airmata mengalir di pipinya
lelaki muda di gotong ke makam
diturunkan ke liang
namun matanya tetap bersimbah tangis

jadi jika engkau bertemu lelaki muda
bersepeda ditengah malam sambil berlinang air mata
jangan kau tertawakan
jangan kau bicarakan
jangan kau tanya mengapa
jangan kau sapa
bahkan jangan dua kali kau menoleh

penjajah


engkau menariknya keluar dari tempatnya bersarang
kau menendangnya keluar dari hatiku dengan boot hitam

kau meniduri peraduan tempatnya melingkar
kau ganti wangi parfumnya dengan harum rambutmu

bahkan kau menjerat mataku untuk tak lagi memandangnya
 membebaskanku dari kutukan yang merajut di kepalaku

tapi kau tak benar-benar memerdekakanku

kau hanya lebih pandai memainkan tali kekang ini

dan aku tak keberatan...

tak berubah


cinta adalah pengabdian

tak terbatas...
bagai tanah yg kau injak

tak berhenti...
walau kakimu telah berhenti melangkah

tak kan usang...
bagai matahari tua itu

tak kan lelah...
bagai ombak berkejaran susul-menyusul

tak kan goyah...
bagai semeru yang selalu dituju

tak kan lekang...
bagai dermaga tua dari kayu ulin di barito

tak kan bosan...
bagai rel yang tak henti digilas roda-roda baja

tak kan jengah...
bagai jantung yang tak pernah beristirahat

tak kan habis...
bagai samudera tak pernah kekurangan air

tak bertepi...
bagai langit di atas kepalamu

tak menyerah...
bagai elang melalui badai

tak bersyarat...
bagai fajar selalu terbit walau tanpa perjanjian

tak pamrih...
bagai setia bunga kepada kupu-kupu

tak terganti...
bagai cintaku selalu berharap kau datang hari ini...
bukan orang lain...

tak berubah...
meski diammu menghancurkan langitku